Sabtu, 03 Januari 2015

Media Massa, Jangan Sesatkan Kami !

Sekitar duapuluh tahun ini media massa di indonesia berkembang dengan sangat pesat, bak jamur di musim hujan. Baik media massa audio-visual seperti televisi, media audio seperti radio, atau media massa cetak seperti koran dan majalah semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Ditambah lagi akhir-akhir ini muncul media massa lewat internet seperti portal-portal media online. Menjamurnya media massa ini sebenarnya bisa menjadi angin segar bagi masyarakat yang haus akan informasi dan tentu untuk menambah wawasan. Munculnya banyak media massa apapun jenisnya seharusnya menambah khasanah pemikiran warga masyarkat kita yang sekian lama terbelenggu dalam keterbatasan informasi.

Belakangan ini masyarakat yang kritis tentu merasa jengkel dengan media massa kita. Masyarakat jenkel dengan kelakuak media massa entah itu televisi, radio, koran, ataupun portal berita online semua menjadi terlihat bodoh. Media massa mulai menjadi kacau dan tak terarah. Banyak media massa yang mulai tidak independen, bisa dilihat ketika pilpres tahun kemarin dimana nampak sekali metr* tv, Kompa* tv, Trans* bersaudara terlalu memihak kepasangan no urut 2, sementara tvon*, RCT*, dan mn* tv memihak ke pasangan yang satunya. Tidak hanya media televisi, media portal online semacam vivanew*, deti*com dan lain-lain ikut menjadi juru kampanye pilpres. Hal ini diperparah dengan kelakuan media cetak macam kompa*, tribu*, solopo* dan lain-lain yang begitu telanjang berpolitik. Nampak sekali media massa telanjang memperlihatkan kebodohannya. 

Media massa menjadi tidak profesional dalam pemberitaannya. Sebagai contoh berita di deti*com yang menyoroti "sepatu" calon presiden, yang merupakan berita murahan yang hanya ingin mendongkrak popularitas calon yang diusungnya. Berita menjadi sangat tidak berimbang, bagaimana metr* tv selalu memblowup pak brewok beserta partainya dan calon presidennya dan menyerang pihak lawan sehari semalam selama 24 jam. Sementara itu tv on* yang selalu menutupi kasus lumpur pemiliknya dan memuja calon presidennya dan menjelekkan musuhnya. Yang lebih parah lagi, media massa saling bohong dan fitnah untuk membunuh karakter musuh-musuh politik mereka. Hal-hal diatas tadi cuman sekelumit contoh bagaimana media massa kita sudah mulai tidak beretika, kalau mau disebutkan lagi masih banyak kelakuan kelakuan yang menjijikan.

Mungkin ada benarnya juga bila ada anggapan di masyarakat bahwa media massa dengan para jurnalisnya, wartawannya, dan editornya seperti maaf "anji**". Kalau kita lihat bagaimana anji** itu menggonggong kalau ada orang lain yang belum dikenalnya dan selalu menuruti perintah tuannya. Sama hal nya seperti media massa yang selalu menggonggongi musuh politiknya dan selalu "sendiko dawuh" dengan tuannya. Pekerja tv biru selalu nurut sama pak brewok, tv si burung selalu nurut perintah si china tuannya, tv nomer satu selalu neuruti pebisnis lumpur, dan juga tv dan koran "penunjuk arah" selalu sesuai dengan keinginan pemiliknya yang penggembala.

Masyarakat yang kritis akan selalu rindu dengan media massa yang bener-bener benar. Media massa yang bersikap independen untuk menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk;Menempuh cara-cara yang profesional;media massa yang Menguji informasi; memberitakan secara berimban; tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah; media massa yang tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul; media massa yang menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.media massa yang tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Sebenarnya media massa merupakan pengembang misi kenabian. Bagaimana seorang nabi diutus kepada umatnya untuk mencerahkan, serta membawa kabar gembira yaitu kabar tentang kebaikan dan kebenaran, bukan justru malah menyesatkan umat seperti apa yang dilakukan setan dan musuh-musuh tuhan. Kebenaran yang disampaikan merupakan pedoman yang dijadikan umat sebagai pegangan hidup. Sama halnya dengan media massa yang baik, apa yang disampaikan bisa dijadikan pegangan bagi masyarakat untuk bertindak, berperilaku, dan berpendapat. 

Walau bagaimanapun juga, saya masih percaya disana di dapur media-media entah itu wartawannya, jurnalisnya, maupun editornya masih mensifati sifat-sifat nabi sebagai pengabar kabar gembira tentang kebenaran dengan kejujuran. Saya yakin masih ada kejujuran dibaalik busuknya nafsu kekuasaan. Masih ada empati didalam buruknya kesombongan. Dan tentu masih ada cahaya pagi dibalik pekatnya malam. Salam.

Sekali lagi ini hanyalah pemikiran dan pendapat ecek-ecek saya, pemuda yang belum pernah melihat hitamnya sungai ciliwung.

0 komentar:

Posting Komentar